Selasa, 27 Maret 2012

Air Yang Istiqomah

Air adalah salah satu kebutuhan vital hidup kita.Banyak pelajaran yang
bisa kita ambil dari AIR yang paling mendasar adalah sifatnya yang selalu mencari tempat yang rendah. Hal ini merupakan suatu isyarat bagi kita, bahwa dalam hidup ini manusia seharusnya tidak berpatah arang dalam berusaha menggapai cita-citanya. "Dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan", begitu pepatah mengatakan.
Kita mendapati, betapa istiqomahnya air dalam menempuh perjalanan
untuk mencapai tempat yang rendah. Dari tempat yang tinggi, air meluncur
membelah bumi hingga menjadi aliran yang kita sebut sungai. Disitu air
mengalir bebas menuju tempat rendah mana saja yang ia sukai. Tidak jarang air itu secara beramai-ramai mengalir, menghantam, atau menghanyutkan apa saja yang mengganggu perjalannya. Dengan tekadnya, dia terus berusaha menuju tempat yang rendah.
Kalau ia menemui onggokan tanah yang kuat atau apa saja yang
menghalangi perjalanannya, maka ia akan membuat manuver dengan membuat
kelokan dan mencari jalan alternatif, atau berpisah dengan kawan-kawannya melingkari penghalang itu, yang akhirnya terjadi dua aliran. Sepintas aliran itu terlihat saling bercerai, tapi kalau kita jeli, itu merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuannya.
Bila rintangan itu bendungan kokoh maka ia akan membuat kumpulan
yang nantinya sebagian diantara mereka tidak dapat terbendung lagi, dengan begitu ia dapat meneruskan perjalanannya. Dan andaipun kumpulannya kurang, ia akan mencari jalan lain yaitu menguap. Ia akan berkumpul bersama diangkasa dalam gumpalan awan, dan apabila telah mencapai titik kulminasinya, ia akan membentuk titik-titik hujan. Semakin tebal awan itu, semakin lebat pula hujan yang turun. Dengan begitu ia akan mencapai tempat tujuannya, yaitu tempat yang rendah.
Betapa besarnya pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa perjalanan air itu, yakni kosistensinya, dan tak mengenal putus asa dalam mencapai tujuannya. Dan sifat itu pula yang semestinya senantiasa menjiwai diri kita. Imam Syafi'i dalam salah satu syairnya, menjadikan dinamika sifat air ini sebagai suatu bukti bahwa dalam bergerak dan beraktifitas akan ada kebaikan, dalam diam dan tanpa karya akan banyak kerugian dan kerusakan.

Sabtu, 03 Maret 2012

Alasan Anda Memilih Alat Fitnes Treadmill?

JANGAN LANGSUNG PERCAYA beberapa alat kardio ternyata tidak menampilkan jumlah kalori sebenarnya yang terbakar. Dengan maksud untuk menambah motivasi berlatih, jumlah kalori terbakar yang tertera kadangkala 20% – 30% LEBIH BESAR dibandingkan yang sebenarnya. Bila anda menginginkan alat kardio yang lebih jujur, pilihlah Alat Fitnes treadmill. Penghitungan kalori pada treadmill jauh lebih akurat dan sudah banyak dibuktikan oleh berbagai penelitian medik.
KEAJAIBAN UNTUK 30 MENIT Sebuah penelitian kesehatan kardiovaskular selama 15 tahun terhadap 4400 orang laki-laki dan wanita usia 18-30 tahun di Universitas Northwestern dengan alat treadmill dan hasilnya subjek dikategorikan tinggi, sedang dan rendah, laporannya : mereka yang tergolong rendah BERISIKO 3 – 6 KALI TERKENA DIABETES DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR LAINNYA. Saran pimpinan penelitian, M. Carnethon Ph. D., Jika anda tidak rutin olahraga, luangkan waktu setiap hari sebanyak 30 menit untuk aktivitas sedang. Setidaknya anda jauh dari penyakit.
Jika aerobik merupakan pilihan latihan nomor satu, maka treadmill jadi pilihan alat fitnes yang pertama. Demikian favoritnya sehingga bisa saja terjadi anda harus antri untuk menggunakan alat fitness treadmill pada peak hour suatu fitnes centre. Demikian populernya treadmill membuat kebanyakan pusat kebugaran lebih suka berinvestasi dengan menambah lebih banyak alat fitnes treadmill ketimbang membeli alat baru.
TREADMILL TETAP TER-FAVORITE Menurut American Medical Association, sampai saat ini treadmill masih menjadi alat fitnes nomor satu untuk menjaga kesehatan tubuh dan jantung. Latihan dengan alat fitnes treadmill dapat MEMBAKAR LEBIH BANYAK KALORI dibanding alat lain. Sebagai perbandingan, kalori yang dikeluarkan selama 1 jam 865 – 705 kalori, stair machine 746 – 637 kalori, rowing machine 739 – 606 kalori dan sepeda stasioner 604 – 556 kalori.
globalfortuna.co.id
Kiat Memaksimalkan Olahraga Lari
anda mungkin telah sering melakukan latihan olahraga, namun manfaat yang anda peroleh tidak seperti yang diharapkan. Mungkin akar permasalahannya terdapat pada beberapa hal mendasar yang kerap diabaikan.
Agar olahraga anda memberikan hasil maksimal, seorang pakar telah menyarankan tips berikut :
• sepanjang latihan, minumlah air untuk menyeimbangkan elektrolit dan mempertahankan tingkat energi anda. Setelah olahraga, minum lagi satu atau dua gelas air (bukan minuman yang mengandung gula, karena jenis ini dapat mengakibatkan dehidrasi).
• lakukanlah pemanasan sebelum olahraga dengan perlahan-lahan untuk menaikkan denyut jantung dan meningkatkan metabolisme tubuh secara bertahap.
• pada tahap awal latihan, lakukanlah beberapa gerakan peregangan bahu, betis, leher, dan kaki. Gerakan ini hanya membutuhkan waktu beberapa menit, tetapi bermanfaat untuk mencegah cedera selama berhari-hari.
• aturlah pernafasan terus-menerus selama latihan di tempat private, dengan mengeluarkan nafas perlahan-lahan. Hembusan nafas pada saat latihan berguna untuk mencegah cedera dan latihan tersebut akan terasa makin mudah.
• setelah pendinginan, lakukanlah peregangan dengan pelan-pelan selama lima menit untuk mencegah rasa sakit pada otot, mengembalikan otot ke ukuran semula dan menghindari cedera. Setiap peregangan sebaiknya dilakukan selama 30 detik, lalu tarik nafas, dan rileks kembali.
• untuk memperoleh manfaat maksimal dari latihan angkat beban, gunakanlah weight machine agar semua persendian tubuh ikut bergerak sehingga makin banyak kalori yang terbakar dan latihan tersebut sangat bermanfaat.
• untuk meningkatkan metabolisme tubuh dan pembakaran kalori dalam latihan angkat beban, waktu yang digunakan untuk mengangkat harus setengah dari waktu untuk melakukan gerakan balasannya. Angkatlah bebannya secara perlahan-lahan sambil mengeluarkan nafas dalam hitungan empat, dan lakukan gerakan balasan secara perlahan-lahan sambil tarik nafas dalam hitungan delapan.
• lintas-latihan merupakan bentuk yang paling aman dan efektif. Karena itu, setelah melakukan olahraga aerobik (bersepeda, jalan kaki, jogging), anda sebaiknya melakukan jenis olahraga lain yang dapat menguatkan dan melenturkan tubuh.
• untuk memaksimalkan metabolisme, hindarilah melakukan satu jenis olahraga tanpa berhenti dalam waktu yang anda tentukan, satu jam misalnya. Waktu ini lebih baik dibagi menjadi empat kali : 20 menit bersepeda pagi hari, 20 naik tangga sorenya, 20 menit jalan kaki malamnya. Dengan demikian, kalori yang dibakar akan lebih banyak dan mintalah saran dari staf pengajar olahraga .
–Sumber: www.indosiar.com dan rajaraja.com–
Lakukanlah Olahraga dengan Enjoy
1. Pilihlah olahraga yang menyenangkan, sehingga tidak jenuh melakukannya. Kalau suka melakukan latihan aerobik silahkan, atau olahraga bola seperti bola voli juga tak masalah.
2. Pilihlah olahraga yang banyak entakannya, jika perlu dikombinasikan dengan latihan beban.
3. Lakukan di pagi hari saat perut kosong, lakukan 30 menit sebelum makan. Hal ini bertujuan agar tubuh menggunakan lemak tubuh sebagai sumber energi.
4. Agar pembakaran lemak bisa maksimal, sebelum olahraga hendaknya minum sedikit pembakar lemak, seperti kafein (kopi) dan/atau teh hijau. (jangan terlalu banyak, ntar malah jadi lemes, lemak yg dibakar terlalu banyak)
5. Seusai olahraga, hindari langsung makan makanan yang kaya karbohidrat. Termasuk juga sehabis pertandingan, misalnya pertandingan basket, lari, dll. Sebagai gantinya, minum susu rendah kalori dengan kalsium tinggi sebagai makanan dengan pengganti rendah kalori yang mengandung nutrisi lengkap.

Kamis, 01 Maret 2012

Aku Memanggil Kalian

Berkali-kali aku memanggilnya,
Berkali-kali aku menyebutnya,
Berkali-kali
Berkali-kali
Muhammad,
Ya Muhammad,
Sang Kekasih
Rahasia Cinta
Ruh Kasih
(Emha Ainun Nadjib)

eramuslim - Sahabat, apa kabar semuanya? Mudah-mudahan engkau diberikan limpahan kasih sayang Nya yang tak berhingga. Aamiin. Saya ingin meminjam waktumu sebentar. Ada seseorang yang ingin bertutur kepada kita. Ada seseorang yang ingin mengisahkan selaksa kehidupan yang mungkin sering kita dengar. Beginilah lantunannya. Simak baik-baik ya… Mudah-mudahan bermanfaat.

Bismillah, Assalamu’alaikum….

Perkenalkan!
Namaku Bilal. Ayahku bernama Rabah, seorang budak dari Abesinia, oleh karena itu nama panjangku Bilal Bin Rabah. Aku tidak tahu mengapakah Ayah dan Ibuku sampai di sini, Makkah. Sebuah tempat yang hanya memiliki benderang matahari, hamparan sahara dan sedikit pepohonan. Aku seorang budak yang menjadi milik tuannya. Umayyah, biasa tuan saya itu dipanggil. Seorang bangsawan Quraisy, yang hanya peduli pada harta dan kefanaan. Setiap jeda, aku harus bersiap kapan saja dilontarkan perintah. Jika tidak, ada cambuk yang menanti akan mendera bagian tubuh manapun yang disukainya.

Setiap waktu adalah sama, semua hari juga serupa tak ada bedanya, yakni melayani majikan dengan sempurna. Hingga suatu hari aku mendengar seseorang menyebutkan nama Muhammad. Tadinya aku tak peduli, namun kabar yang ku dengar membuatku selalu memasang telinga baik-baik. Muhammad, mengajarkan agama baru yaitu menyembah Tuhan yang maha tunggal. Tidak ada tuhan yang lain. Aku tertarik dan akhirnya, aku bersyahadat diam-diam.

Namun, pada suatu hari majikanku mengetahuinya. Aku sudah tahu kelanjutannya. Mereka memancangku di atas pasir sahara yang membara. Matahari begitu terik, seakan belum cukup, sebuah batu besar menindih dada ini. Mereka mengira aku akan segera menyerah. Haus seketika berkunjung, ingin sekali minum. Aku memintanya pada salah seorang dari mereka, dan mereka membalasnya dengan lecutan cemeti berkali-kali. Setiap mereka memintaku mengingkari Muhammad, aku hanya berucap “Ahad... ahad”. Batu diatas dada mengurangi kemampuanku berbicara sempurna. Hingga suatu saat, seseorang menolongku, Abu Bakar menebusku dengan uang sebesar yang Umayyah minta. Aku pingsan, tak lagi tahu apa yang terjadi.

Segera setelah sadar, aku dipapah Abu Bakar menuju sebuah tempat tinggal Nabi Muhammad. Kakiku sakit tak terperi, badanku hampir tak bisa tegak. Ingin sekali rubuh, namun Abu Bakar terus membimbingku dengan sayang. Tentu saja aku tak ingin mengecewakannya. Aku harus terus melangkah menjumpai seseorang yang kemudian ku cinta sampai nafas terakhir terhembus dari raga. Aku tiba di depan rumahnya. Ada dua sosok disana. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib sepupunya yang masih sangat muda dan yang di sampingnya adalah dia, Muhammad.

Muhammad, aku memandangnya lekat, tak ingin mata ini berpaling. Ku terpesona, jatuh cinta, dan merasakan nafas yang tertahan dipangkal tenggorokan. Wajahnya melebihi rembulan yang menggantung di angkasa pada malam-malam yang sering ku pandangi saat istirahat menjelang. Matanya jelita menatapku hangat. Badannya tidak terlalu tinggi tidak juga terlau pendek. Dia adalah seorang yang jika menoleh maka seluruh badannya juga. Dia menyenyumiku, dan aku semakin mematung, rasakan sebuah aliran sejuk sambangi semua pori-pori yang baru saja dijilati cemeti.

Dia bangkit, dan menyongsongku dengan kegembiraan yang nampak sempurna. Bahkan hampir tidak ku percaya, ada genangan air mata di pelupuk pandangannya. Ali, saat itu bertanya “Apakah orang ini menjahati engkau, hingga engkau menangis”. “Tidak, orang ini bukan penjahat, dia adalah seorang yang telah membuat langit bersuka cita”, demikian Muhammad menjawab. Dengan kedua tangannya, aku direngkuhnya, di peluk dan di dekapnya, lama. Aku tidak tahu harus berbuat apa, yang pasti saat itu aku merasa terbang melayang ringan menjauhi bumi. Belum pernah aku diperlakukan demikian istimewa.

Selanjutnya aku dijamu begitu ramah oleh semua penghuni rumah. Ku duduk di sebelah Muhammad, dan karena demikian dekat, ku mampu menghirup wewangi yang harumnya melebihi aroma kesturi dari tegap raganya. Dan ketika tangan Nabi menyentuh tangan ini begitu mesra, aku merasakan semua derita yang mendera sebelum ini seketika terkubur di kedalaman sahara. Sejak saat itu, aku menjadi sahabat Muhammad.

Kau tidak akan pernah tahu, betapa aku sangat beruntung menjadi salah seorang sahabatnya. Itu ku syukuri setiap detik yang menari tak henti. Aku Bilal, yang kini telah merdeka, tak perlu lagi harus berdiri sedangkan tuannya duduk, karena aku sudah berada di sebuah keakraban yang mempesona. Aku, Bilal budak hitam yang terbebas, mereguk setiap waktu dengan limpahan kasih sayang Al-Musthafa. Tak akan ada yang ku inginkan selain hal ini.

Oh iya, aku ingin mengisahkan sebuah pengalaman yang paling membuatku berharga dan mulia. Inginkah kalian mendengarnya?

Di Yathrib, mesjid, tempat kami, umat Rasulullah beribadah telah berdiri. Bangunan ini dibangun dengan bahan-bahan sederhana. Sepanjang hari, kami semua bekerja keras membangunnya dengan cinta, hingga kami tidak pernah merasakan lelah. Nabi memuji hasil kerja kami, senyumannya selalu mengembang menjumpai kami. Ia begitu bahagia, hingga selalu menepuk setiap pundak kami sebagai tanda bahwa ia begitu berterima kasih. Tentu saja kami melambung.

Kami semua berkumpul, meski mesjid telah selesai dibangun, namun terasa masih ada yang kurang. Ali mengatakan bahwa mesjid membutuhkan penyeru agar semua muslim dapat mengetahui waktu shalat telah menjelang. Dalam beberapa saat kami terdiam dan berpandangan. Kemudian beberapa sahabat membicarakan cara terbaik untuk memanggil orang-orang.

“Kita dapat menarik bendera” seseorang memberikan pilihan.
“Bendera tidak menghasilkan suara, tidak bisa memanggil mereka”
“Bagaimana jika sebuah genta?”
“Bukankah itu kebiasaan orang Nasrani”
“Jika terompet tanduk?”
“Itu yang digunakan orang Yahudi, bukan?”

Semua yang hadir di sana kembali terdiam, tak ada yang merasa puas dengan pilihan-pilihan yang dibicarakan. Ku lihat Nabi termenung, tak pernah ku saksikan beliau begitu muram. Biasanya wajah itu seperti matahari di setiap waktu, bersinar terang. Sampai suatu ketika, adalah Abdullah Bin Zaid dari kaum Anshar, mendekati Nabi dengan malu-malu. Aku bergeser memberikan tempat kepadanya, karena ku tahu ia ingin menyampaikan sesuatu kepada Nabi secara langsung.

“Wahai, utusan Allah” suaranya perlahan terdengar. Mesjid hening, semua mata beralih pada satu titik. Kami memberikan kepadanya kesempatan untuk berbicara.

“Aku bermimpi, dalam mimpi itu ku dengar suara manusia memanggil kami untuk berdoa...” lanjutnya pasti. Dan saat itu, mendung di wajah Rasulullah perlahan memudar berganti wajah manis berseri-seri. “Mimpimu berasal dari Allah, kita seru manusia untuk mendirikan shalat dengan suara manusia juga….”. Begitu nabi bertutur.

Kami semua sepakat, tapi kemudian kami bertanya-tanya, suara manusia seperti apa, lelakikah?, anak-anak?, suara lembut?, keras? atau melengking? Aku juga sibuk memikirkannya. Sampai kurasakan sesuatu diatas bahuku, ada tangan Al-Musthafa di sana. “Suara mu Bilal” ucap Nabi pasti. Nafasku seperti terhenti.

Kau tidak akan pernah tahu, saat itu aku langsung ingin beranjak menghindarinya, apalagi semua wajah-wajah teduh di dalam mesjid memandangku sepenuh cinta. “Subhanallah, saudaraku, betapa bangganya kau mempunyai sesuatu untuk kau persembahkan kepada Islam” ku dengar suara Zaid dari belakang. Aku semakin tertunduk dan merasakan sesuatu bergemuruh di dalam dada. “Suaramu paling bagus duhai hamba Allah, gunakanlah” perintah nabi kembali terdengar. Pujian itu terdengar tulus. Dan dengan memberanikan diri, ku angkat wajah ini menatap Nabi. Allah, ada senyuman rembulannya untukku. Aku mengangguk.

Akhirnya, kami semua keluar dari mesjid. Nabi berjalan paling depan, dan bagai anak kecil aku mengikutinya. “Naiklah ke sana, dan panggillah mereka di ketinggian itu” Nabi mengarahkan telunjuknya ke sebuah atap rumah kepunyaan wanita dari Banu’n Najjar, dekat mesjid. Dengan semangat, ku naiki atap itu, namun sayang kepalaku kosong, aku tidak tahu panggilan seperti apa yang harus ku kumandangkan. Aku terdiam lama.

Di bawah, ku lihat wajah-wajah menengadah. Wajah-wajah yang memberiku semangat, menelusupkan banyak harapan. Mereka memandangku, mengharapkan sesuatu keluar dari bibir ini. Berada diketinggian sering memusingkan kepala, dan ku lihat wajah-wajah itu tak mengharapkan ku jatuh. Lalu ku cari sosok Nabi, ada Abu Bakar dan Umar di sampingnya. “Ya Rasul Allah, apa yang harus ku ucapkan?” Aku memohon petunjuknya. Dan kudengar suaranya yang bening membumbung sampai di telinga “ Pujilah Allah, ikrarkan Utusan-Nya, Serulah manusia untuk shalat”. Aku berpaling dan memikirkannya. Aku memohon kepada Allah untuk membimbing ucapanku.

Kemudian, ku pandangi langit megah tak berpenyangga. Lalu di kedalaman suaraku, aku berseru :

Allah Maha Besar. Allah Maha Besar
Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad Utusan Allah
Marilah Shalat
Marilah Mencapai Kemenangan
Allah Maha Besar. Allah Maha Besar
Tiada Tuhan Selain Allah.

Ku sudahi lantunan. Aku memandang Nabi, dan kau akan melihat saat itu Purnama Madinah itu tengah memandangku bahagia. Ku turuni menara, dan aku disongsong begitu banyak manusia yang berebut memelukku. Dan ketika Nabi berada di hadapan ku, ia berkata “Kau Bilal, telah melengkapi Mesjidku”.

Aku, Bilal, anak seorang budak, berkulit hitam, telah dipercaya menjadi muadzin pertama, oleh Dia, Muhammad, yang telah mengenyahkan begitu banyak penderitaan dari kehidupan yang ku tapaki. Engkau tidak akan pernah tahu, mengajak manusia untuk shalat adalah pekerjaan yang dihargai Nabi begitu tinggi. Aku bersyukur kepada Allah, telah mengaruniaku suara yang indah. Selanjutnya jika tiba waktu shalat, maka suaraku akan memenuhi udara-udara Madinah dan Makkah.

Hingga suatu saat,

Manusia yang paling ku cinta itu dijemput Allah dengan kematian terindahnya. Purnama Madinah tidak akan lagi hadir mengimami kami. Sang penerang telah kembali. Tahukah kau, betapa berat ini ku tanggung sendirian. Aku seperti terperosok ke sebuah sumur yang dalam. Aku menangis pedih, namun aku tahu sampai darah yang keluar dari mata ini, Nabi tak akan pernah kembali. Di pangkuan Aisyah, Nabi memanggil ‘ummatii… ummatiii’ sebelum nafas terakhirnya perlahan hilang. Aku ingat subuh itu, terkakhir nabi memohon maaf kepada para sahabatnya, mengingatkan kami untuk senantiasa mencintai kalam Ilahi. Kekasih Allah itu juga mengharapkan kami untuk senantiasa mendirikan shalat. Jika ku kenang lagi, aku semakin ingin menangis. Aku merindukannya, sungguh, betapa menyakitkan ketika senggang yang kupunya pun aku tak dapat lagi mendatanginya.

Sejak kematian nabi, aku sudah tak mampu lagi berseru, kedukaan yang amat membuat ku lemah. Pada kalimat pertama lantunan adzan, aku masih mampu menahan diri, tetapi ketika sampai pada kalimat Muhammad, aku tak sanggup melafalkannya dengan sempurna. Adzanku hanya berisi isak tangis belaka. Aku tak sanggup melafalkan seluruh namanya, ‘Muhammad’. Jangan kau salahkan aku. Aku sudah berusaha, namun, adzanku bukan lagi seruan. Aku hanya menangis di ketinggian, mengenang manusia pilihan yang menyayangiku pertama kali. Dan akhirnya para sahabat memahami kesedihan ini. Mereka tak lagi memintaku untuk berseru.

Sekarang, ingin sekali ku memanggil kalian… memanggil kalian dengan cinta. Jika kalian ingin mendengarkan panggilanku, dengarkan aku, akan ada manusia-manusia pilihan lainnya yang mengumandangkan adzan. Saat itu, anggaplah aku yang memanggil kalian. Karena, sesungguhnya aku sungguh merindui kalian yang bersegera mendirikan shalat.

Alhamdulillah kisahku telah sampai, ku sampaikan salam untuk kalian.

Wassalamu’alaikum

***

Sahabat, jika adzan bergema, kita tahu yang seharusnya kita lakukan. Ada Bilal yang memanggil. Tidakkah, kita tersanjung dipanggil Bilal. Bersegeralah menjumpai Allah, hadirkan hatimu dalam shalatmu, dan Allah akan menatapmu bahagia. Saya jadi teringat sebuah kata mutiara yang dituliskan sahabat saya pada buku kenangan ketika SD “Husnul, shalatlah sebelum kamu di shalatkan”. Sebuah kalimat yang sarat makna jika direnungkan dalam-dalam.